Selasa, 24 Maret 2009

harapan di awal pesta demokrasi

pelupuk mata ini tiba-tiba terasa menghangat, yah, ada rasa haru yang tiba-tiba menyeruak begitu saja tanpa permisi. bukannya saya baru mendapat kabar duka, bukan, sama sekali bukan.

tadi iseng-iseng saya membuka blog yang dapatnya pun entah dari mana, iseng membaca postingan demi postingan, sampai menemukan sebuah tulisan yang menghenyak. Yah, si empunya blog menuliskan tentang seorang bapak-bapak tua yang begitu semangat mengikuti kampanye. seorang diri, bukannya konvoi beramai-ramai dan memacetkan seluruh jalanan protokol. bapak tua ini, mendukung pesta demokrasi dengan sepenuh hati. mungkin di sanubarinya masih begitu tulus, berharap para calon pengurus pemerintahan dapat merealisasikan kebutuhan rakyat akan:
@pendidikan murah
@kesehatan murah
@harga bahan pangan yang terjangkau
@yang pada akhirnya berujung pada meningkatnya tingkat kesejahteraan rakyat

sungguh ironis, keberadaan bapak tua itu bagai oase di tengah keskeptisan masyarakat pada pemilu. bahkan, seorang teman yang kebetulan bertanggung jawab meng-handle program The Candidate pun tidak kalah skeptis. Kemarin saya mengajukan pertanyaan, "Jadi nanti milih partai apa nih? Lo kan lebih tahu dengan visi dan misi mereka."

"Udah, gak usah milih, mereka gak ada yang konsisten jawabannya," jawab si teman saya
"Kalo gitu, gue milih hati nurani deh," saya menanggapi asal
"maksud lo HANURA?" teman saya mempertegas
"bukan, milih sesuai hati nurani,"

sejujurnya sampai sekarang pun saya masih belum tahu akan menentukan pilihan pada partai yang mana. hati ini pun sudah mulai tertular virus skeptis tak bertepi. padahal, saya adalah orang yang selalu mengagung-agungkan rasa nasionalisme. bahkan, takjarang jika virus sombong sedang meninggi, tak bosan-bosannya mulut ini membanggakan skripsi yang menguak tentang psrameter rasa nasionalisme sebuah surat kabar terkemuka tanah air. kenyatannya, saya tidaklah sehebat itu. minggu lalu saya iseng mengetes adik yang masih duduk di kelas satu SMP untuk membacakan PANCASILA. hasilnya, adik saya lulus dengan nilai istimewa. iseng saya melafalkan dalam hati bunyi sila keramat ini.

Hua....nyatanya saya malah terbata, tersendat, dan ternyata saya tidak hafal PANCASILA!!!
inilah saya, yang selalu mengagungkan rasa cinta terhadap tanah air, ternyata PANCASILA saja tersendat-sendat. saya yang mengaku mencintai negara ini dengan sangat, bahkan tidak bisa menjawab ketika di tanya konsepsi INDONESIA itu apa?

saya, yang selalu berkoar, tidak ada alasan untuk tidak mencintai negeri ini, karena setiap saat kita menginjak tanahnya, menghirup udaranya, dan meminum airnya, ternyata hanya omong kosong tanpa bukti.
semoga, setelah ini saya tidak lagi seperti tong kosong nyaring bunyinya. saya akan lebih mencari tahu Indonesia. saya berjanji akan memberikan yang terbaik untuk sebuah nama bernama INDONESIA. tidak harus menjadi caleg dan tergabung dalam partai, cukup berusaha sebaik mungkin, mengisi kemerdekaan dengan hal positif, semoga pada akhirnya saya dapat memberikan manfaat untuk orang lain.
amien...

dan bagi bapak-bapak yang sedang dengan anggunnya duduk di kursi dewan yang terhormat, ingatlah peluh para simpatisan yang rela berpanas ria saat matahari pun menggandakan diri jadi sembilan. mereka begitu percaya dan penuh semangat mengobarkan semangat demokrasi demi negara yang lebih baik.
semoga, pesta demokrasi ini menjadi titik awal kemenangan kita akan negara yang lebih baik dari sebelumnya.
amin (lagi)

Senin, 02 Maret 2009

sepucuk euphoria kamar baru

baru dua malam saya menempati sepetak kamar baru. lebih kecil, lebih sederhana, namun siapa nyana, ternyata lebih menyenangkan dan memberikan ketenangan tanpa batas. kamar baruku, kunamakan saja greenbox. memakai pupur warna hijau lembut dengan langit-langit tinggi menjulang.
bentuknya kotak tak tak, saking kotaknya. warna pintu dan lis jendela lebih tua, namun tetap dalam gradasi hijau.

saya menempatkan sehelai kasur dipojokan, sejajar dengan bagian kepala ada kotak rakitan setinggi satu meter. disebelahnya ada kotak printer yang beralih fungsi menjadi meja rendah. barulah disebelahnya ada si induk kotak, lemari coklat dengan dua pintu. lemari ini bisa jadi menjadi ketua suku diantara kotak-kotak perabot yang mendominasi si greenbox. meskipun untuk ukuran lemari pada umumnya, lemari ini bisa jadi diperuntukkan untuk anak-anak.
tak mengapa tentunya, karena toh koleksi baju saya sama sekali tidak bisa dikatakan melimpah.

satu lagi kesadaran mencuat, ternyata saya telah memasukkan unsur minat dalam perabotan kamar. ya, saya yang lebih menyukai bentuk kotak, ketimbang oval apalagi buat. mungkin sebagai representasi sikap saya yang terkadang kaku, getas, tak bisa bengkok dan fleksibel.

saya, si manusia yang terkadang memiliki ambisi memuncak, namun tak disertai realisasi mengagumkan. alih-alih berjuang sekuat tenaga, implementasinya malah hanya berkoar, alhasil, sampai sekarang saya hanyalah menjadi budak, atas apa yang terjadi.

kembali lagi ke soal kamar baru, inginnya saya akan lebih produktif. mencipta maupun berkarya. lebih memiliki kebebasan merenung. tak lagi terbelenggu pada rasa kesal yang sukanya bersemayam dalam dada. tak lagi beralasan capek. ya, saya harus lebih produktif, karena kini saya sama sekali tak memiliki alasan untuk berleha-leha. diakan saya!!!!