Jika ada pertanyaan, apa hal-hal yang potensial memancing bahagia?
Jawaban saya adalah makan enak dan jalan-jalan. Kedua hal ini
mudah diwujudkan.
Kemudian, dimana lokasi yang tepat untuk mendapatkan makanan enak
dan petualangan seru?
Bisa jadi Hongkong adalah salah satu jawabannya jawabannya. Saya
belum pernah ke Hongkong. Baru sampai di tahap ingin. Hongkong yang saya tahu
adalah surga belanja, namun juga surga bagi para pemburu makanan enak.
Lupakan dulu
tempat belanja dan makanan enak.
Teman saya, Kiky Grainy bertahun lalu backpacker ke Hongkong dan
menceritakan perihal kota mati dengan bangunan-bangunan tinggi dan tumpukan
rongsokan yang luar biasa banyak. Di antara cerita-ceritanya soal keseruan dan
kalap belanja, entah kenapa cerita soal kota mati ini malah kuat dalam ingatan.
Kowloon City sebelum dibongkar. Mengambil gambar di sini
Setelah membuka google, ternyata kota ini bernama Kowloon City. Pada
masa jayanya, kota ini menjadi semacam pusat kejahatan yang tidak tersentuh
hukum. Imajinasi saya langsung terbang ke film The Raid. Mungkin The Raid
terinspirasi dari Kowloon City ini ya. Bayangkan, sebuah tempat penuh dengan
rusun, bahkan konon penduduknya tak pernah melihat sinar matahari saking
padatnya gedung-gedung di tempat ini. Kota dengan dominasi warna abu-abu dari
warna semen dan cat yang mulai pudar. Saya ingin melihatnya dengan mata kepala
sendiri.
Namun..
Berita terbaru mengabarkan kota ini sudah tidak ada lagi. Tahun
1970 polisi mulai mendatangi tempat ini dan mulai menangkap pelaku kejahatan
yang ada. Kota yang tadinya terisolir dan menakutkan perlahan mulai dikunjungi
oleh badan amal dan lembaga swadaya masyarakat. Bahkan tahun 1994, Kowloon City
dihancurkan dan kini telah berbentuk taman terbuka hijau dengan nama Kowloon Wallet
City Park. Taman bermain besar dengan bangunan-bangunan khas tiongkok serta
danau yang mengademkan mata. Di taman ini juga dipamerkan Kowloon City dalam
bentuk maket, untuk pengunjung yang ingin tahun seperti apa kondisi sebelumnya
sebelum tempat ini berubah fungsi. Sepertinya saya akan betah seharian di taman
ini, sambil membayangkan kondisi kota ini saat masih menjadi pusat kejahatan. Membayangkan
kehidupan mafia, obat terlarang dan perkelahian yang mungkin terjadi nyaris
setiap waktu.
Mengambil gambar di sini
Tempat lain yang ingin saya kunjungi adalah Buddha Besar dan Biara
Po Lin. Tempat ibadah selalu menjadi magnet. Lokasi Buddha besar dan Biara Po
Lin ini ada di bukit dan menghadap ke laut. Susana pegunungan yang hijau dengan
ornament khas menjadi hiburan tersendiri. Kalau ke sini, disarankan berkunjung
ke restoran vegetarian nya. Pengunjung bisa menikmati makanan olahan vegetarian
dengan cuma-cuma. Bukan hanya perkara gratis yang membuat saya ingin menyicip,
namun keyakinan bahwa kebaikan adalah
hal-hal yang layak kita coba. Saya menyukai hal-hal terkait ketulusan semacam
ini. Membuat bahagia dan senyum-senyum sendiri. Meyakini bahwa masih ada banyak
manusia baik dan ingin membagikan kebaikan yang sama. Dunia akan baik-baik
saja, selalu.
Itu tadi soal tempat.
Menu dessert di l'atelier de joël robuchon
Perihal makanan, saya kok penasaran ingin menyicip makanan-makanan
khas hongkong. Ada sih mimpi menginjakkan kaki di l'atelier de joël robuchon,
restoran yang mendapat bintang tiga Michelin. Bagi yang belum tahu, Michelin
adalah penghargaan tertinggi bagi restoran karena menyajikan makanan dengan
paripurna. Semacam penghargaan Oscar di dunia film, dan medali olimpiade bagi
atlet mungkin ya. Nah, restoran yang namanya susah dieja ini, l'atelier de joël
robuchon berhasil mendapat bintang tiga. Bintang tertinggi yang ada. Penasaran
bagaimana rasa masakan dari restoran yang mendapat sertifikasi terenak di dunia
ini. Sekedar saran, jangan suka iseng berselancar ke website restoran ini. Foto-foto
makanannya sungguh provokatif, rasanya langsung ingin menabung demi menyicip
sendok demi sendok soufflé coklat yang meleleh di mulut. Ampun gusti, sungguh
imajinasi potensial membuat bangkut. Untuk dessert, restoran ini mematok harga
di kisaran USS 170, kalikan sendiri dengan kurs rupiah saat ini. Dan tentu saja
tidak mungkin kita masuk ke sana dengan hanya memesan satu porsi dessert kan.
Tapi sungguh ku jadi ingin, berpetualan di resto fine dinning l'atelier de joël
robuchon layak masuk bucketlist.
Setelah bergaya ala-ala sosialita di restoran berbintang tiga
Michelin yang mungkin tidak membuat kenyang, saya penasaran ingin menyicip
dimsum ala kaki lima. Konon rasa otentik sebuah makanan baru terjawab di daerah
asal.
Konon ke Hongkong akan paripurna jika kita juga menyebrang ke
Macau. Saya tidak tahu persis ada apa di sana. Tapi saya tahu, ada portuguese egg tart terenak di dunia. Dimakan selagi hangat dan bagian dalam egg tart akan lumer di
mulut. Macau menjadi surge bagi egg tart, beberapa mengklaim diri sebagai yang
terenak.
Kembali ke Hongkong, yang katanya surga bagi yang suka belanja. Karena
beberapa produk disinyalir harganya lebih murah. Situs discoverhongkong.com
bahkan menunjukkan setidaknya ada enam surga belanja. Satu saja sudah bikin
kalang kabut, ini ada enam. Mungkin menyenangkan, melihat orang-orang dengan
wajah berseri-seri menenteng barang belanjaan. Sambil merapal mantra, bukan
saya yang terancam lupa diri. Yang sudah-sudah, saya bertekad untuk tidak kalap
membeli, namun berkali-kali pula, mantra ini gagal.
Bagaimanapun, pengalaman adalah harta berharga. Saya menyukai
perjalanan dan pertemuan. Perjalanan menjadikan saya semakin mengenali diri
sendiri. Semoga menjadi pribadi yang tidak menyakiti siapapun.
Postingan ini
diikutsertakan dalam kompetisi blog #WegoDiscoverHK
Info lengkap di sini