Dengan berat hati, saya mengakui, ternyata saya memang
terlahir dengan jiwa romantis akut. Ini kutukan atau malah berkah, entahlah. Mungkin
pasangan saya kelak yang bisa memutuskan.
Dimulai saat semalam iseng membuka email. Mendapati folder
yang isinya surat cinta, untuk seseorang yang pernah menjadi kekasih di masa
lalu. Amboi, banyak sekali kalimat beraroma bunga-bunga penuh cinta dan
pemujaan. Tenang saja, saya tidak sedang terkena demam kenangan. Toh,
tergila-gila, jatuh cinta hingga batas maksimal dan entah apalagi istilahnya
itu, tentu dialami oleh semua orang. Buat yang memungkiri, duh, kasihan sekali
kamu.
Meski tak selalu berakhir bahagia, jatuh cinta tentu menjadi
hal terindah yang harus disyukuri.
Diantara beragam email cinta itu, saya mendapati istilah
ciptaan bernama after meet syndrome. Istilah
ini bisa adi melintas di kepala karena saya sempat menjadi script writer untuk program talkshow
kesehatan selama bertahun-tahun.
Jadi, after meet
syndrome adalah istilah yang sering saya ucapakan, untuk menggambarkan
betapa saya sedang merasa rindu sangat pada kekasih, justru setelah bertemu. Rindunya
malah jadi berkalilipat hebatnya, dan baru akan menurun kadar intensitasnya
setelah berhari tak bertemu, begitu.
Dipikir-pikir, after
meet syndrome ternyata tak hanya berlaku pada sebuah hubungan, namun juga
pada sebuah pengalaman. Saya yang gemar bepergian, biasanya masih akan
terbayang-bayang tempat cantik yang baru saya singgahi, hingga berhari-hari
kemudian. Masih tersenyum membayangkan kesenangan berada di sebuah tempat,
bersama teman tersayang.
coba, bagaimana tempat seperti ini tak membuat terbayang-bayang?
Jadi, untuk setiap kejadian menyenangkan yang terjadi
dihidupmu, dan hingga berhari setelahnya kamu masih mengenangnya komplit dengan
paket senyum dikulum, itulah yang namanya after
meet syndrome.
Ijen emang ngangenin :(
BalasHapusyok pan kapan ke sana lagi juls..
BalasHapus