Kamis, 07 Juni 2012

Cinta yang Erat


Foto dari sini ya
Seberapa sering aku jatuh cinta?
Jawabnya tak banyak
Bisa dihitung dengan jari-jemari tangan ini
Lalu, seberapa dalam cinta yang kumiliki?
Ah, aku memang terlahir entah dengan berkah atau malah kutukan
Setiap jatuh cinta, aku terlalu bersungguh-sungguh
Membatu dan kaku
 Tidak sambil lalu dan mudah menghilang

Rabu, 06 Juni 2012

Akhirnya Nonton Snow White and The Hunstman


Ngambil gambar dari sini

Saya mengaku, kerap kali menjadi kompor. Namun lebih sering lagi jadi pihak yang terkompori. Ah, istilah macam mana pula ini. Baiklah, mari mulai fokus.

Pada sebuah ritual makan siang bersama geng Pantry Office. Stephanie, yang lebih seringnya saya panggil dengan Hantu Rambut menceritakan film Snow White and The Hunstman (SWATH). Dia menyanjung-nyanjung film itu setinggi langit. Menggali rasa penasaran saya sampai titik maksimal.

Terlebih, sebelum makan siang itu, saya sempat melihat thriller Si Dark Snow White ini di You Tube. Sempat salah info, konon baru masuk Indonesia awal Juli, eh lah kok ternyata sudah eksis aja di awal Juni.
Katakan saya korban keberhasilan tim marketing film SWATH.

Sejak film ini masih dalam proses pembuatan, sudah begitu lihai mematik keinginan saya untuk menonton. Saya ingat persis, bagaimana infotainment memberitakan perseteruan Charlize Theron dengan Kristen Stewart. Ya maaf saja, tontonan infotainment saya kelas Hollywood. Uhuk.

Beberapa artikel dari Koran yang saya baca nyaris setiap pagi juga kerap menyinggung bagaimana film ini masuk dalam list harus tonton. Menjanjikan kegelapan yang pekat. Jadilah, niat suci menonton film ini semakin menjadi.

Tapi, tentu saya tak akan iseng ngeblog kalau acara nonton ini biasa saja.

Saya mengajak Mas Mario. Ada semacam peraturan tak tertulis, mengajak mas Mario, sama juga halnya harus mengajak kembaran siamnya, Mbak Mardahlia Johan. Jadi, ajakan ini harus meyakinkan mereka, bahwa film SWATH layak tonton.

Ajakan mulai meningkat jadi rayuan. Tak berhasil juga, kadarnya ditinggikan lagi menjadi permohonan. Akhirnya proposal nonton bersama disetujui oleh mereka. Tapi, sialnya jam tayang film fenomenal ini tak ramah bagi saya yang harus pulang ke pelosok Bekasi. Sigh.

Jadwal tayang di tiga bioskop, Plaza Indonesia, EX dan Djakarta Theatre seragam. 17.05 dan 19.05. Dilematis. Mengambil pilihan pertama, sangat riskan tertinggal cerita awal, terbentur absensi kantor yang baru memperbolehkan pulang di jam 17.00.

Memilih jam kedua, saya yang riskan. Jadwal kereta menuju Bekasi sungguh tak ciamik. Jika nekat, alamat akan sampai rumah jam 11 malam. Dalam kondisi stamina sedang kurang fit, pilihan ini tentu tak bijak.

Akhirnya kami bertiga menyepakati untuk nonton di jam 17.05 pada Selasa, 5 Juni, tentu dengan mengerahkan strategi nomor wahid. Tiket dibeli saat jam makan siang. Gilanya, saya dan Mas Mario bahkan melakukan simulasi jalan cepat untuk mengukur kecepatan waktu, dari kantor menuju bioskop. Sakit.

Dari lobi BII Tower menuju XXI EX, kami membutuhkan waktu 5 menit, pas, tak kurang tak lebih. Tiket dibeli, ditraktir oleh si mas terganteng sedunia lah pokoknya, hehe..

Sore telah tiba. Masing-masing dari kami harus bisa membebaskan diri dari kubikel kantor. Bagaimanapun caranya, jam 5 teng kami harus sudah ada di mesin absen. Mbak Lia sempat disapa bos nya. Untung dia bisa selamat.

Takdir telah tertulis, kami direstui oleh dunia.

Kecepatan kami berjalan layak diberi applause. Kami sampai di XXI jam 17.08.

Sampai di bangku, menonton dengan manis, memenuhi hasrat penasaran. Sambil ngos-ngosan, dan special untuk saya, sambil menahan pipis.

Cerita film SWATH tak biasa, dia mematahkan beberapa mitos yang sudah terlanjur melekat. Seperti jumlah kurcaci dan si pencium tuan putri. Tapi ini justru menunjukkan bahwa kita tak perlu terikat dengan hal-hal yang sudah menjadi kepercayaan publik bukan?

Lalu, apakah film SWATH memenuhi ekspektasi saya? Saya jawab ya. Meskipun tak akan saya masukkan dalam kategori bagus yang layak dianugerahi gelar ‘ayo tonton lagi’, namun film ini cukup menarik, sekian. Oh ya, si Hunstman, matanya bikin khilaf :D

Keesokan harinya, saya diledek oleh duo Lia-Mario.

“Jangan deket-deket Endang, ntar diajak ngos-ngosan”. Sial.

Ah, tapi kalian berdua baik hati, sini-sini tak peluk satu-satu. Wink.