Minggu, 05 Maret 2017

Hongkong untuk Berpetualang dan Menyicip Makanan Enak

Jika ada pertanyaan, apa hal-hal yang potensial memancing bahagia?

Jawaban saya adalah makan enak dan jalan-jalan. Kedua hal ini mudah diwujudkan.

Kemudian, dimana lokasi yang tepat untuk mendapatkan makanan enak dan petualangan seru?

Bisa jadi Hongkong adalah salah satu jawabannya jawabannya. Saya belum pernah ke Hongkong. Baru sampai di tahap ingin. Hongkong yang saya tahu adalah surga belanja, namun juga surga bagi para pemburu makanan enak. 

Lupakan dulu tempat belanja dan makanan enak.

Teman saya, Kiky Grainy bertahun lalu backpacker ke Hongkong dan menceritakan perihal kota mati dengan bangunan-bangunan tinggi dan tumpukan rongsokan yang luar biasa banyak. Di antara cerita-ceritanya soal keseruan dan kalap belanja, entah kenapa cerita soal kota mati ini malah kuat dalam ingatan.


              Kowloon City sebelum dibongkar. Mengambil gambar di sini

Setelah membuka google, ternyata kota ini bernama Kowloon City. Pada masa jayanya, kota ini menjadi semacam pusat kejahatan yang tidak tersentuh hukum. Imajinasi saya langsung terbang ke film The Raid. Mungkin The Raid terinspirasi dari Kowloon City ini ya. Bayangkan, sebuah tempat penuh dengan rusun, bahkan konon penduduknya tak pernah melihat sinar matahari saking padatnya gedung-gedung di tempat ini. Kota dengan dominasi warna abu-abu dari warna semen dan cat yang mulai pudar. Saya ingin melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Namun..

Berita terbaru mengabarkan kota ini sudah tidak ada lagi. Tahun 1970 polisi mulai mendatangi tempat ini dan mulai menangkap pelaku kejahatan yang ada. Kota yang tadinya terisolir dan menakutkan perlahan mulai dikunjungi oleh badan amal dan lembaga swadaya masyarakat. Bahkan tahun 1994, Kowloon City dihancurkan dan kini telah berbentuk taman terbuka hijau dengan nama Kowloon Wallet City Park. Taman bermain besar dengan bangunan-bangunan khas tiongkok serta danau yang mengademkan mata. Di taman ini juga dipamerkan Kowloon City dalam bentuk maket, untuk pengunjung yang ingin tahun seperti apa kondisi sebelumnya sebelum tempat ini berubah fungsi. Sepertinya saya akan betah seharian di taman ini, sambil membayangkan kondisi kota ini saat masih menjadi pusat kejahatan. Membayangkan kehidupan mafia, obat terlarang dan perkelahian yang mungkin terjadi nyaris setiap waktu.
                                           Mengambil gambar di sini

Tempat lain yang ingin saya kunjungi adalah Buddha Besar dan Biara Po Lin. Tempat ibadah selalu menjadi magnet. Lokasi Buddha besar dan Biara Po Lin ini ada di bukit dan menghadap ke laut. Susana pegunungan yang hijau dengan ornament khas menjadi hiburan tersendiri. Kalau ke sini, disarankan berkunjung ke restoran vegetarian nya. Pengunjung bisa menikmati makanan olahan vegetarian dengan cuma-cuma. Bukan hanya perkara gratis yang membuat saya ingin menyicip, namun  keyakinan bahwa kebaikan adalah hal-hal yang layak kita coba. Saya menyukai hal-hal terkait ketulusan semacam ini. Membuat bahagia dan senyum-senyum sendiri. Meyakini bahwa masih ada banyak manusia baik dan ingin membagikan kebaikan yang sama. Dunia akan baik-baik saja, selalu.

Itu tadi soal tempat.

                            Menu dessert di l'atelier de joël robuchon
Perihal makanan, saya kok penasaran ingin menyicip makanan-makanan khas hongkong. Ada sih mimpi menginjakkan kaki di l'atelier de joël robuchon, restoran yang mendapat bintang tiga Michelin. Bagi yang belum tahu, Michelin adalah penghargaan tertinggi bagi restoran karena menyajikan makanan dengan paripurna. Semacam penghargaan Oscar di dunia film, dan medali olimpiade bagi atlet mungkin ya. Nah, restoran yang namanya susah dieja ini, l'atelier de joël robuchon berhasil mendapat bintang tiga. Bintang tertinggi yang ada. Penasaran bagaimana rasa masakan dari restoran yang mendapat sertifikasi terenak di dunia ini. Sekedar saran, jangan suka iseng berselancar ke website restoran ini. Foto-foto makanannya sungguh provokatif, rasanya langsung ingin menabung demi menyicip sendok demi sendok soufflé coklat yang meleleh di mulut. Ampun gusti, sungguh imajinasi potensial membuat bangkut. Untuk dessert, restoran ini mematok harga di kisaran USS 170, kalikan sendiri dengan kurs rupiah saat ini. Dan tentu saja tidak mungkin kita masuk ke sana dengan hanya memesan satu porsi dessert kan. Tapi sungguh ku jadi ingin, berpetualan di resto fine dinning l'atelier de joël robuchon layak masuk bucketlist.

Setelah bergaya ala-ala sosialita di restoran berbintang tiga Michelin yang mungkin tidak membuat kenyang, saya penasaran ingin menyicip dimsum ala kaki lima. Konon rasa otentik sebuah makanan baru terjawab di daerah asal.

Konon ke Hongkong akan paripurna jika kita juga menyebrang ke Macau. Saya tidak tahu persis ada apa di sana. Tapi saya tahu, ada portuguese egg tart terenak di dunia. Dimakan selagi hangat dan bagian dalam egg tart akan lumer di mulut. Macau menjadi surge bagi egg tart, beberapa mengklaim diri sebagai yang terenak.

Kembali ke Hongkong, yang katanya surga bagi yang suka belanja. Karena beberapa produk disinyalir harganya lebih murah. Situs discoverhongkong.com bahkan menunjukkan setidaknya ada enam surga belanja. Satu saja sudah bikin kalang kabut, ini ada enam. Mungkin menyenangkan, melihat orang-orang dengan wajah berseri-seri menenteng barang belanjaan. Sambil merapal mantra, bukan saya yang terancam lupa diri. Yang sudah-sudah, saya bertekad untuk tidak kalap membeli, namun berkali-kali pula, mantra ini gagal.

Bagaimanapun, pengalaman adalah harta berharga. Saya menyukai perjalanan dan pertemuan. Perjalanan menjadikan saya semakin mengenali diri sendiri. Semoga menjadi pribadi yang tidak menyakiti siapapun.

Postingan ini diikutsertakan dalam kompetisi blog #WegoDiscoverHK
Info lengkap di sini