Senin, 15 September 2008

Cinta pertama saya pada Al Jarreau

Saya menjadi salah satu orang yang beruntung menyaksikan perhelatan akbar Al Jerreau dan George Benson di Plenary Hall Jakarta Convention Center semalam, 14 September 2008.

Meski sejujurnya nih, sebelumnya saya sama sekali tidak tahu siapa dua musisi ini, bahkan beberapa hari sebelum pertunjukkan saya bertanya-tanya pada beberapa teman,
"Siapa sih mereka?"
"Emang terkenal ya?"
Jangan kaget ya, karena selera musik saya memang sungguh-sungguh memalukan, jadilah begini bentuknya.
Jadi motivasi menonton pun hanya sekedar tidak ingin melewatkan kesempatan (yg sepertinya) bagus.
Tidak enak hati pada yg bermurah hati memberikan tiket masuk, saya cuma sekedar ingin menonton meski tidak mengenal dua musisi ini, sedang yg berbaik hati memberikan kesempatan sedang pontang panting bekerja, akhirnya saya menawarkan diri untuk membantunya.
Akhirnya, malam itu saya ditugaskan untuk mewawancarai sejumlah penonton mengenai kesan mereka terhadap George Benson dan Al Jarreau. Wow, antusiasme mereka heboh sekali. Dan menyedihkannya, saya sama sekali tidak tahu si musisi yg sedang jadi pembicaraan, hiks..

Bahkan saat pertunjukkan sudah di mulai, saya masih menyempatkan diri untuk menemani salah seorang teman untuk merokok di teras JCC. Di depan banyak sekali calo yg lalu lalang, iseng saya cari tahu berapa harga tiket untuk menonton konser ini, dan hasilnya cukup mengejutkan saya.

Wow, tiketnya dijual dengan range harga 2,5 juta sampai 500ribu rupiah. Barulah saya sadar, anugrah besar yg saya dapatkan, tanpa perlu merogoh uang sepeserpun saya memiliki kesempatan untuk menyaksikan pertunjukkan musik musisi kelas dunia, meskipun saya tidak mengenalnya.

Sampai akhirnya saya memutuskan untuk menyaksikan konser ini, dan sekali lagi meskipun selera musik saya amat memalukan, ternyata saya amat menikmati pertunjukkan kali ini.
Al Jarreau amat memukau apalagi saat pria kelahiran 1940 ini mulai ber-skat ria.
Hm..tahulah saya, mengapa harga tiket konser ini mahal harganya.
George Benson pun tampil tidak kalah memukaunya...

Saya lupa mencatat, pertunjukkan berjalan berapa lama, maklum saya kan tidak sedang bertugas, hanya menonton, he.he..he..

Malam itu juga, saya membaptis diri, saya pengidola Al Jarreau, meski terlambat.

Sebagai fans, tentu ingin sekali minta tanda tangan, jadi bersama beberapa orang teman saya menunggu mereka di pintu keluar, sayangnya ternyata saya kurang beruntung karena mereka keluar lewat pintu yg berbeda.

Namun, selama semangat masih dikandung badan, kesempatan akan bermunculan. Salah seorang dari promotor memberikan bocoran jika dua musisi ini akan pergi ke salah satu bar di hotel Sultan. Meluncurlah kami ke tempat yg dimaksud, setelah berputar-putar akhirnya kami menemukan tempat yg di maksud. Saya masih sempat melihat George Benson, namun Al Jarreau sudah masuk ke kamar hotel, mungkin lelah ya..

Di satu sisi saya sedih karena tidak bisa bertemu dgn opa Al Jarreau, namun di sisi lain saya amat mensyukuri kesempatan yg saya peroleh hingga akhirnya saya merasakan yg namanya love at the first sight pd opa Al Jarreau.

Minggu, 07 September 2008

Afgan oh Afgan


Rasanya tidaka da satu orang pun yang tidak mengenal Afgan, tentunya untuk kawasan Indonesia saja ya, dan jika boleh di persempit untuk kawasan kota besar yg ada di Indonesia.
Sama sekali tidak bermaksud untuk menganaktirikan saudara kita yg tinggal di pelosok negeri, namun kita tidak dapat menutup mata bukan dengan fakta bahwa masih ada beberapa wilayah yg belum tersentuh kemewahan bernama radio dan televisi kan?
Afgan, si solois yg melejit lewat single "Terimakasih Cinta" ini langsung mendapatkan popularitas yg mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Seperti berpola, lagu-lagu berikutnya pun asal dinyanyikan oleh Si Kasep ini akan menjadi top 40 di chart musik.

Pada 6 September lalu, tanpa sengaja saya menonton live performance Afgan bersama dua band yg juga tidak kalah populer, tidak perlulah saya sebutkan apa nama band ini, meskipun setengah mati saya memuja salah satunya..

Yang ingin saya ceritakan adalah, pengalaman yg tanpa sengaja tercipta justru setelah konser berlangsung. Masih dalam semnagat go green nih, semacam komitmen yg sengaja saya patri dalam hati sebagai wujud cinta saya pada bumi tercinta. Belum banyak yg bisa saya lakukan, hanya komitmen untuk membuang sampah pada tempatnya. Sepele bukan? Tapi percayalah, untuk saya hal ini menjadi hal yg cukup sulit untuk di realisasikan.

Tanpa sengaja, saya melihat ada tisu melayang dengan pasrah di jalanan, dan terlihat dengan amat sangat jelas yg membuang adalah seseorang yg mengendarai sedan, meski bukan Mercy atau BMW, sedan tentu menempati kasta tersendiri dalam jagad permobilan bukan?

Saat itu, yg terlintas dalam otak yg terkadang suka lemot ini hanyalah 'Orang kaya belum tentu memiliki pribadi yg juga kaya'.

dan, eng..ing..eng.. pasa kepala ini menoleh untuk tahu rupa si pembuang sampah sembarangan ini, ternyata..

benar sodara-sodara, yg membuang selembar (yaks, memang cuma selembar) tisu ini adalah si Kasep yg banyak di idolakan oleh para kaum hawa itu, siapa lagi klo bukan Afgan.
Mungkin, ada yg berpikir klo saya terlalu membesar-besarkan, tapi buat saya ini sama sekali bukan hal yg kecil.

Bagaimana bisa, seorang public figure yg tengah berada di puncak popularitas ini seenaknya saja membuang sampah (sekali lagi saya tekankan, memang hanya selembar tisu), sembarangan?!!!

Ayolah afgan, lebih cintai bumi kita yg cuma sebiji ini, syukur-syukur kamu labih milih untuk pke sapu tangan..
hi..hi..hi..

Kamis, 04 September 2008

Hari Berat Euy..

minggu ini rasanya berat banget, saya dipaksa untuk mempelajari sesuatu yg sebelumnya sama sekali tidak saya sukai, teknologi.
Bukannya saya orang yg anti teknologi, hanya saja selama ini saya sudah terlanjur tidak peduli dengan tetek bengek gadget,
lah wong BlackBerry itu ternyata merk saja saya baru tahu, selama ini saya pikir BlackBerry itu semacam layanan supercanggih yg terdapat dalam ponsel.
Jadi, saat orang lain cuma perlu berjalan untuk mencari tahu teknologi terbaru kemudian memindahkannya dalam bentuk tulisan, saya mati-matian harus berlari untuk membekali otak ini dengan pengetahuan yg mungkin menurut orang lain sangatlah sepele. Beban ini semakin diperberat dengan kehadiran seorang mentor yg entah mengapa, kok pandangan saya terhadap beliau selalu negatif.
Kok rasanya, mentor saya selalu menjatuhkan saya yah?
Untungnya, selain sang mentor, orang yg terlibat langsung dengan produksi saya sisanya baik semua, malah saya yg jadi tidak enak hati sendiri, dan saya tidak pernah bosan untuk membungkuk sambil berujar, "Tolong yg sabar ya, menunggu saya belajar," dan ajaibnya mereka tersenyum bijak sambil mengangguk penuh pengertian.
Terimakasih ya Tuhan untuk kesulitan yg berselimut dengan seribu kemudahan ini..
Hm..sejenak menarik nafas, mungkin jika saya mampu melewati semua ini, di masa depan, justru kerikil kali inilah yg akan menghantarkan saya ke sebuah kenyamanan yg jauh lebih baik dari sekarang, semoga saja..
Rasanya sangat ingin marah dan berteriak, tapi pada siapa, saya bingung sendiri.
Jadi yg bisa dilakukan hanya bersabar, semoga kesulitan ini cepat berubah menjadi hikmah ygpada akhirnya akan saya sukuri, seperti bencana yg menimpa saya dan dua orang sahabat saat sedang bertandang ke kota gudeg, Jogjakarta..