Selasa, 15 Mei 2012

Belanda ke Indonesia Dulu, untuk apa?

Mengambil gambar di sini

Belanda. Apa yang terlintas di benak Anda jika saya menyebut negara ini?

Saya sempat menanyakan hal serupa pada beberapa kawan. Jawabannya cukup beragam dan tak ada yang dominan. Benteng, tulip, kincir angin, dan penjajah. Tak ada satupun yang menjawab Vereegnigde Oostindische compagnie (VOC). Padahal, saat ditanya apa yang terlintas di benak saya tentang Belanda, jawaban saya ya hanya tiga huruf ini, VOC.

Tahun 2012 ini VOC memperingati hari jadi ke 410 tahun karena telah berdiri sejak 1602 silam.
VOC menjadi simbol keberhasilan Belanda kala itu, yang mampu menciptakan sebuah perusahaan multinasional dengan cengkraman mendunia. Hebatnya lagi, Belanda seakan menjadi kuda hitam di tengah dominasi negara besar Inggris, Spanyol dan Portugis, terutama dalam hal penjelajahan dan mengarungi dunia baru kala itu.

Bagi Belanda, VOC merupakan kekayaan sejarah yang membanggakan.VOC  dianggap telah membawa kemakmuran. VOC juga menjadi monumen keberhasilan Belanda akan kemampuannya menjelajahi dunia dan turut serta menyumbang berbagai hasil penelitian pada permulaan abad ke-17. Generasi muda saat ini mengenal VOC sebagai karya leluhur yang membawa kejayaan di masa lampau. Bahkan, terkait dengan Indonesia, hingga saat ini banyak penduduk Belanda yang menganggap kedatangan Belanda ke Tanah Air adalah mengusung semangat positif, diantaranya:
(1) Men-civilized-kan orang-orang Indonesia yang masih primitif;
(2) Memberi kemakmuran kepada orang-orang Indonesia yang masih terbelakang;
(3)  Mempersatukan orang-orang Indonesia yang selalu berkelahi antar mereka;
(4) Memberi pendidikan dan kemajuan rakyat indonesia, dan
(5) Kedatangan VOC ke Indonesia semata-mata untuk berdagang saja.

Itulah pandangan sekilas mengenai VOC dari sudut pandang warga Belanda. Apakah Anda menyetujuinya?

Saya pribadi tidak sepaham. Bagaimanapun, kehadiran VOC di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kolonialisme Belanda di Indonesia. Kurikulum pendidikan sejarah di Indonesia bercerita betapa dahulu kala, negeri makmur sentosa ini harus rela memberikan kesejahteraan yang direnggut paksa oleh Belanda. Belanda adalah penjajah, titik.

Memiliki pengalaman pahit, pernah menjadi negeri jajahan ini, mendorong Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan membenci penjajahan. Tergambar dengan sangat jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “penjajahan di dunia harus dihapuskan”.

Tak cukup sampai di situ, dalam sikap berpolitik pun Indonesia memerangi kolonialisme dalam bentuk pengambilan sikap politik di kancah internasional dengan memilih jalan Politik Bebas Aktif.

Kembali pada persoalan dan kisah Indonesia-Belanda di jaman dulu kala. Bagaimana seharusnya generasi masa kini mengambil sikap? Bolehkah tidak peduli dan menganggap apa yang terjadi di masa lampu hanyalah sejarah untuk dikenang belaka? Atau malah memaafkan dengan tangan terbuka, memilih untuk membuka lembaran baru, menjalin relasi baru bernama persahabatan? Agakanya, jawaban kedua yang mendominasi saat ini. Tentu saja tak apa. Ini merupakan salah satu bentuk perdamaian dunia bukan?


*Tulisan ini mengambil buah pikiran dari Abdul Irsan yang pernah menjadi diplomat di Belanda.