Minggu, 26 September 2010

lebih?

tak bisa berkata-kata lagi
cuma mau bilang
SAYA SAYANG KAMU!

bisa jadi lebih dari yang kamu tahu
terimakasih..

Selasa, 21 September 2010

Maaf, Saya Ingkar Janji


Katri Prameswari, sahabat saya dikantor mengajak saya untuk jalan besok, mengingat sudah cukup lama kami tidak bertemu. Sayang, saya tidak bisa menerima ajakan tersebut karena saya harus pulang ke rumah Bekasi malam nanti. Kemudian saya menawarkan untuk bertemu hari senin saja, dan berharap Mila Hidayatullah, teman saya yang lain juga bisa bergabung.

Sekitar jam 7 malam, saya bersiap menempuh perjalanan dari Kedoya ke Bekasi. Saya berencana berada di rumah mulai jumat malam hingga senin pagi.

Semua berjalan lancar, saat tiba di terminal Kampung Melayu, ada pesan masuk ke ponsel saya dari Deppy Marlinda, teman kampus saya. Isi pesannya mengajak saya nonton bareng film Sang Pencerah. Lagi-lagi saya menolak ajakan dengan alasan akan pulang ke rumah orang tua. Deppy masih menawarkan untuk berjumpa di hari minggu, saya balas akan berada di rumah setidaknya hingga senin pagi. Pertanyaan kembali diajukan Deppy, mengenai kesanggupan saya untuk nonton bareng. Takut tak bisa memenuhi janji, mengingat hari senin saya telah memiliki janji dengan Katri dan Mila, saya sampaikan terus terang mengenai ketidakberanian saya untuk membuat janji dengan Deppy.

Sekedar informasi, citra saya sebagai seseorang yang memenuhi janji cukup buruk. Tak jarang saya membatalkan janji dengan tiba-tiba. Tak mau memperburuk citra tersebut, kini saya cenderung hati-hati jika akan membuat janji bersama teman.

Untuk kasus Deppy, akhirnya disepakati, kami tidak jadi bertemu dalam waktu dekat.

Jam 9 lewat saya sampai di rumah. Kebetulan tadi di jalan saya mampir untuk membeli martabak telor. Di rumah saya, ibu, ayah dan adik menikmati martabak telor yang masih panas sambil berbincang. Malam semakin merayap, akhirnya kami mulai memisahkan diri. Saya dan adik akhirnya nonton tivi di lantai dua.

Merasa besok akan memiliki waktu cukup longgar, saya memutuskan untuk menelpon teman SMA yang jarak rumahnya tak terlalu jauh dengan rumah saya, Sri Maryati dan biasa disapa dengan Iyan. Setelah Idul Fitri ini kami belum bertemu, hitung-hitung sekalian silaturahmi. Ternyata Iyan besok masuk kerja seharian, akhirnya kami sepakat untuk bertemu hari minggu saja sekitar jam 2 siang, setelah Iyan pulang kerja.

Merasa bosa dengan program televisi yang ada, saya melihat-lihat koleksi buku. Aha..saya menemukan buku tentang Ahmad Wahib yang di cari Rosmiyati Dewi Kandi beberapa waktu lalu. Katanya sebagai bahan referensi karena Kandi berencana menulis sebuah buku. Dengan bersemangat saya mengirimkan pesan, jika mau dia boleh meminjam buku tentang Ahmad Wahib ini. Meski tidak sama persis dengan buku yang dicari sebelumnya, namun lumayanlah masih ada hubungannya dengan si Ahmad Wahib, pikir saya.

Benar dugaan saya, Kandi tak kalah antusias menyambut tawaran peminjaman buku ini. Kami akhirnya malah berbalas sms seru, sampai akhirnya Kandi mengajak saya untuk hiking. Sebagai penggemar jalan-jalan, saya tanggapi ajakan Kandi. Saya katakana padanya, status saya adalah siap menunggu invitation darinya. Tak dinyana, ternyata dia malah menyebut besok.

Bimbang. Tawaran menggiurkan, namun mengapa harus mendadak? Saya menyesalkan ajakan mendadak tersebut.

Namun ternyata jiwa spontanitas lebih mendominasi. Saya terima tantangan hiking besok bersama orang-orang yang tidak saya kenal, kecuali Kandi. Sekedar pemberitahuan, saat ini adalah jam 11 lewat.

Akhirnya terpikir strategi esok hari, agar saya bisa meminimalisir jam keterlambatan yang besar kemungkinan akan terjadi. Mengingat rute yang harus saya tempuh adalah Bekasi-Kedoya-Cawang. Saya harus tiba setidaknya jam 08.30 di Cawang. Cadas.

*****

Saya harus kembali dulu ke Kedoya untuk mengambil baju dan ‘alat perang’ semacam handuk bepergian, celana non jeans, serta printilan lainnya.

Syukur Alhamdulillah, saya bisa tiba di Cawang, lokasi pertemuan saya dan Kandi jam 8. Lebih cepat dari perkiraan. Sebelum sampai di Cawang, saya sempat mengupdate status facebook,

Tiba-tiba hiking, cihuy!!

Sepertinya Katri membaca status tersebut, karena ada sms masuk yang isinya keinginannya untuk ikut dalam hiking ini. Mengingat saya sudah dalam perjalanan, jadi cukup sulit untuk mengikutsertakan Katri. Ada sedikit protes darinya, mengingat sebelumnya saya menolak ajakannya dengan alasan akan pulang ke Bekasi. Saya minta maaf, dan mengatakan ajakan hiking ini juga datangnya tiba-tiba tanpa perencanaan. Sejujurnya semalam saya sempat terpikir untuk untuk mengajak Katri, namun saya ingat sempat membaca status di twitter, sepertinya Katri dan Ihsan akan rafting. Ya sudah.

Akhirnya saya hiking bersama Kandi dan 13 orang lainnya. Bisa dikatakan saya nyaris tidak mengenal ke-13 orang yang semuanya laki-laki ini. Beberapa orang mememang alumni IISIP, tapi jangan Tanya yang mana saja orangnya. Saya tak tahu persis.

Petualangan kali ini sungguh seru dan melelahkan, apalagi bagi saya sangat amatir. Tak heran jika saya adalah orang yang paling menghambat dengan keluhan capek dan lambatnya berjalan. Untung mereka semua baik serta toleran terhadap si amatir bernama Endang Prihatin ini.
****
Hari minggu saya baru mendapatkan signal ponsel. Mati-matian saya berusaha menelpon Iyan, mengingat saya memiliki janji untuk bertemu dengannya. Saya harus kembali menjadi orang yang ingkar janji, dan kali ini Iyan korbannya. Sekitar jam 11 siang saya baru berhasil menghubungi Iyan dan mengabarkan posisi saya yang tidak memungkinkan untuk menemuinya jam 2 siang nanti. Meski kaget karena tiba-tiba saya ada di Bogor, Iyan memahami. Thanks God, saya selamat dari amukan.

Perjalanan pulang kembali dilanjutkan. Saya langsung menuju Kedoya.

Sampai di Citraland, saya kembali membuka facebook dengan ponsel. Ada Deppy yang mengomentari status. Isinya kekecewaannya terhadap saya. Diajak meononton saya menolak dengan dalih akan ke Bekasi, tapi diajak hiking langsung mau. Alamak, saya khilaf lagi. Kali ini ada seorang lagi yang saya kecewakan. Maaf ya, sungguh ini diluar perencanaan. Jiwa spontanitas terkadang muncul tanpa di duga.

Tulisan ini sengaja saya buat untuk di dedikasikan pada Katri Prameswari yang telah saya tolak ajakannya. Juga untuk Sri Maryati karena saya telah membatalkan janji bahkan hanya 3 jam sebelum waktu yang disepakati. Terpenting untuk Deppy Marlinda yang telah saya kecewakan sangat karena menolak ajakannya untuk menonton film Sang Pencerah yang durasinya pun tak sampai dua jam namun malah menerima tawaran hiking dua hari satu malam.

Saya juga mengucapkan terimakasih pada Rosmiyati Dewi Kandi yang telah nekad mengajak saya untuk hiking. Semoga dia tidak menyesal telah menyertakan saya dalam perjalanan ini. Juga terimakasih tak hingga pada ke-13 kawan baru yang begitu baik memahami dan mengerti saya. Adios!!!

Kamis, 16 September 2010

tipe manusia


Seorang teman pernah bercerita. Dirinya baru saja mendengar semacam wejangan dari radio. Saya tidak ingat nama radio maupun si narasumber. Katanya, manusia itu memeiliki kecenderungan untuk digolongkan dalam dua tipe.

Tipe pertama adalah manusia yang memiliki energi positif. Tidak. jangan buru-buru anda mengaitkan maksud saya dengan yin yang. Ini tak ada hubungannya dengan lambing keseimbangan milik kaum tionghoa itu. Maksud dari manusia tipe satu ini, adalah untuk mengkategorisasi mereka yang selalu menebarkan kesenangan. Jadi, berdekatan dengan manusia jenis ini niscaya membuat kita selalu senang, bahkan mampu memotivasi.

Bisa jadi, hidup orang tipe satu ini selalu bahagia. Bahagia tak selalu sejalan dengan ketiadaan masalah bukan? Namanya juga hidup, pasti ada saja masalah yang menghampiri. Hanya saja, tergantung bagaimana kita menempatkannya dalam perspektif.
Sedangkan manusia tipe dua adalah sebaliknya. Bersama dengan manusia tipe dua menguras akan energi. Ada saja yang dilakukan untuk mengambil kebahagiaan dari orang-orang yang berada di dekatnya.

Orang tipe ini adalah tipikal yang selalu memandang skeptis terhadap hidup. Selalu memandang dirinya adalah yang tersial dan melihat orang lain selalu lebih baik. Sungguh kasihan orang tipe ini, karena sepanjang waktunya tentu hanya akan dihabiskan untuk merutuk dan menyesali hidup. Jika hidup hanya di isi dengan penyesalan, mengapa masih mau hidup?!

Saya pernah bersinggungan dengan dua tipe manusia ini. Saat menulis ini, terbesit tanya dalam hati,

Lalu, saya tergolong yang mana?

Tentu besar harapan, saya termasuk dalam tipe pertama. Jika itu terlalu muluk, semoga saya bukanlah manusia si tipe dua. Karena manusia tipe dua menyerupai dementor, sang makhluk rekaan JK Rowling dalam seri Harry Potter yang sangat lihai mengambil kebahagiaan. Bersama dengan manusia tipe dua tentu akan selalu dan selalu membuat kita dongkol setengah mati. Mendengar namanya saja bisa membuat kita membentuk senyum setengah lambang kesinisan.

Oh, semoga saya bukan makhluk menyebalkan macam itu

Jadi, janji saya dalam hati. Instropeksi agar tak mengambil energi positif dari orang-orang di sekitar, terlebih orang-orang yang saya sayangi itu.

Minggu, 12 September 2010

sepotong luka

meski telah bersiap
ternyata,
aku tidak akan pernah benar-benar siap
untuk merasakan sakit
sampai rasa nyeri itu benar-benar terasa

terimakasih untukmu yang telah memberi luka sebegini dalam dan menghujam..

tidak kali ini..


Tak apa aku menjadi prioritas kesekian. Sikap acuhmu pun masih bisa aku tolerir. Bahkan, bersama kita telah mencurangi seseorang. Semua terjadi karena aku melakukan dengan sadar. Beberapakali aku terluka, namun cinta berhasil membebat luka itu.

Namun kini. Aku sakit. Sakit sungguhan. Semua karena kebohongan.

Jujur, beberapakali aku mencium aroma dusta. Semua kuanggap lalu, karena tak yakin dan takut aku salah menerka. Beberapakali aku terhenyak dengan celoteh asal yang tak sinkron, namun cinta kembali memutihkan praduga.

Tidak kali ini.

Kebohongan ini begitu jelas terpampang. Bahkan, asal kau tahu, tak sengaja aku menjadi pemain utama dalam pembongkaran dusta.

Sudahlah, akui saja. Biar kita sama-sama tenang. Kita sama-sama sudah dewasa bukan? Toh kita bukan lagi anak kecil yang mati-matian mempertahankan ego hanya demi kebohonagn semata. Kamu tak lagi punya ruang untuk mengelak. Semua telah terpampang jelas. Kuberi kau kesempatan untuk membuktikan, namun ternyata kau benar-benar tak bisa bukan?

Jika memang ingin menyudahi perjalanan ini, katakan saja. Jangan menjadi pecundang.

Aku tahu, kau tak lagi merasa nyaman. Namun, kali ini bukan wewenangku untuk memulai. Harus kau dan memang sebaiknya kau. Tak ada lagi siapa-siapa. Jangan berharap aku akan mencipta kesalahan fatal yang akhirnya mencipta sebuah alasan. Aku terlalu memujamu. Tak ada lagi ruang tersisa, semua telah terisi penuh denganmu. Jadi, jangan pernah berpikir aku akan menjadi penghianat.

Jika kamu mau menjadi penghianat, silahkan, jangan ajak aku. Aku bukanlah pemain mahir, hanya pemain amatir yang mencoba memerankan tokoh sebaik dan semeyakinkan mungkin.

Baiklah, sesekali memang aku ingkar. Namun keingkaranku lebih karena aku bosan dengan keteraturan. Keingkaranku, semata menyerupai istirahat sejenak setelah aku berlari. Wajar saja kan?!!

Kini, kuikuti saja maumu. Jika memang mau melanjutkan, kuingin kamu, ya kamu untuk berusaha lebih keras menunjukkan kesungguhan. Dari aku tak ada lagi yang perlu dibuktikan. Jika memang cukup disini, ya sudahlah. Tak lagi kumiliki energi untuk terus berlari mengejar mimpi yang ternyata masih saja buram setelah melewati satu rotasi matahari.

Semoga, semua menjadikan kita pribadi yang semakin bijak. Semoga, kita mendapat yang terbaik, dan ada senyum menjerang meski berdampingan dengan urai airmata.