Untukmu yang pernah menjadi segala dalam setiap hariku. Apa kabarmu
di sana? Bahagia kah? Kuharap demikian.
Baiklah..sesekali aku mengingatmu. Tenang saja, tidak ada lagi
cinta ataupun benci juga amarah. Hanya mengenang, tentang kebodohan masa muda.
tentang bagaimana aku mengijinkan orang asing mengendalikan hidupku, rasaku.
Yang pasti, aku semacam terlahir kembali. Menjadi orang yang
tidak lagi sama. Pengalamanku bertambah tentu saja. Menjadi lebih berhati-hati
untuk memasrahkan perasaan. Paling tidak, aku belajar mengendalikan diri. Bahwa
apa-apa selain pekerjaan, tidak perlu dilakukan dengan totalitas yang membabi
buta. Karena, harapan yang menjadi nyata itu omong kosong adanya.
Bukannya aku pesimis, bukan itu. Jangan salah sangka. Aku percaya
tetang keinginan yang mewujud nyata. Hanya saja, kadar akurasinya yang aku
ragukan. Hidup sempurna itu tidak ada. Pun demikian dengan mimpi yang mewujud
nyata bulat-bulat adanya. Pasti ada celah yang tak terpenuhi.
Hei kamu yang pernah menjadi segala dalam setiap hariku. Kamu
membantuku untuk menjadi manusia yang realistis. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan jejak