Kamis, 02 Juni 2011

Sisa Kenangan Laga Barcelona-MU


Dialah alasan utama saya mendukung Barcelona, sengaja mengambil gambarnya dari sini

Saya bukan pecinta sepak bola, hanya penikmat. Penikmat kelas amatir tepatnya.

Menonton saat terjebak dalam euforia. Seperti saat klasemen AFF di penghujung 2010 silam. Juga saat Piala Dunia di tahun yang sama. Selebihnya, saya tidak tahu apa-apa yang terjadi dalam jagad persepakbolaan, selain kisruh PSSI dan Nurdin Halid serta Arifin Panigoro hingga sanksi FIFA yang ternyata tak jadi dijatuhkan pada PSSI.

Euforia menonton pertandingan itu kembali terpatik minggu dini hari, 29 Mei 2011 kemarin. Final Liga Champion antara Bercelona dan Manchester United. Dua klub bola yang cukup familiar di telinga, bahkan bagi orang yang tidak teraik dengan dunia persepakbolaan macam saya.

Sejujurnya, saya tidak terlalu ingin menyaksikan laga ini. Hanya diawali niat luhur menemani Melva Sirait atau biasa saya panggil Macil. Macil itu penggila bola sejati. Wawasannya terkait dunia cabang olah raga paling popular sejagad ini tak diragukan. Pengetahuannya tentang dunia sepak bola mampu melampui batas gender, luar biasa.

Jadi, Macil mengajak saya untuk nonton bareng laga Barca Vs MU. Uhm..lebih tepatnya dia minta saya untuk memfasilitasi nonton bareng. Sekalian temu kangen dan bertukar cerita.

Saat ini saya tinggal di sebuah rumah yang meskipun cukup megah berdiri, namun miskin fasilitas. Saya tidak memiliki televisi. Sempat terpikir untuk mengajaknya nonton bareng di kafe-kafe Kemang atau sekalian di MU Restaurant yang terletak di kawasan Thamrin. Namun niat itu urung.

Keluarga Andreas Harsono dengan murah hatinya mengijinkan kami untuk menonton di kediamannya. Saya tidak tahu persis ketertarikannya pada sepak bola.

Akhirnya tim tonton terkumpul. Ada saya, Macil, Fahri Salam, Firdaus Mubarik, Dormalan Sinaga dan Andreas harsono.

Di awal laga, sempat ada kesibukan mengganti antena. Khawatir televisi berbayar tidak akan menyiarkan pertandingan, akhirnya antena diganti dengan antena konvensional. Layaknya televisi di pelosok kampung, antena di putar-putar guna mencari gambar terbaik tanpa semut dan gangguan siaran. Untuk menjaga stabilitas posisi antena, Fahri Salam dan Andreas Harsono bahkan sempat menyelotip.

Eng ing eng..jreeeeng!! Ternyata ya ternyata kekhawatiran kami kosong belaka. Siaran bola dapat disaksikan jernih tanpa semut dengan menggunakan antena berbayar. Tak perlu repot ganti ini itu. Cukup nyalakan, voila..wajah-wajah tampan pemain mejeng mondar mandir mengggiring bola.

Begitu laga dimulai, mulai muncul karakter asli tim tonton bareng. Dormalan Sinaga lelap tertidur. Jelas terlihat dia datang hanya untuk meramaikan. Firdaus malah asik berselancar di dunia maya. Andreas mengambil posisi uenak di sofa, tapi sikapnya kalem bersebrangan dengan Macil dan Fahri yang usek sana-sini. Ya, gelar penonton paling atraktif saya anugerahkan pada Macil di tampuk juara, dan Fahri sebagai runner up. Mereka berdua pendukung sejati tim asuhan Pep Guardiola, Barcelona.

Saya tidak akan memberi ulasan bagaimana laga ini berlangsung. Tentu banyak orang yang lebih fasih menjabarkannya.

Sebelum paruh pertama berakhir, saya sudah memilih. Ya, saya menjagokan Barcelona. Bukan karena permainan mereka (yang katanya) memiliki teknik luar biasa, ataupun pengusaan bola mencapai angka lebih dari 60%. Saya memilih Barca karena pelatihnya cakep. Cukup sekian.

Pada akhirnya, jagoan Fahri dan Macil (dan saya) yang memang.

Dini hari yang sempurna untuk kami semua. Jagoan menang, perut kenyang. Nikmat mana lagi yang berani kami dustakan?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejak