Rabu, 14 Agustus 2013

Stop Menanyakan ‘Kapan Kawin?’

gambar lucu ini, ngambil di sini
Ada fenomena unik menjelang Idul Fitri kali ini. Di twitter, saya mendapati gerakan
‘Stop menayakan “kapan kawin?” pada pertemuan keluarga’

Gerakan yang boleh juga, guman saya.

Jika tetap ada yang nekad bertanya, maka kita sah-sah saja untuk menjawab “kapan mati?”

Mengapa demikian? Karena rejeki, jodoh dan kematian, sepenuhnya menjadi misteri ilahi.

Jawaban yang harusnya cukup memberi efek jera, pada mulut-mulut usil. Agar tidak lagi membuat depresi para lajang.

Dipikir-pikir, kenapa sih, urusan perkawinan sebegitu menariknya untuk dibahas?

Mengapa orang sedemikian suka berbasa-basi dengan menanyakan kapan seseorang akan kawin?

Kelak, saat saya sudah melepas masa lajang, saya berjanji, untuk tak bermulut usil, menanyakan hal paling menyebalkan itu.

Ah..rasanya masih ingin bersikap sengit pada si mulut usil. Bukankah mereka pernah mengalami, tak enaknya ditanya dengan kalimat super menyebalkan itu? Aha..saya tahu. Kuat dugaan mereka sebenarnya sedang melakukan pembalasan dendam. Dengan menyebar terror, melalui pertanyaan ‘kapan kawin?’, berharap luka masa lalunya terobati.

Mulai sekarang, mari kita putus mata rantai dendam tersebut. Putus terror itu. Ternyata terror tidak hanya dengan bom, namun bisa dengan kata-kata ya. Sebab, kata-kati pun bisa menyakiti, hingga ulu hati. Setuju?

Note: kata kawin juga bisa diganti dengan kata nikah, tak usah dipermasalahkan. Saya percaya, logika berpikir Anda tidak kampungan kan? Sampai masalah pemilihan kata seremeh ini pun menarik perhatian untuk dibahas.


Selat Sunda, 9 Agustus 2013

1 komentar:

  1. Follow gerakan sesudah melepas masa lajang, tidak usil menanyakan kapan hendak kawin. Baik kawin sah maupun tak sah..plus sejak lajang seperti sekarang juga tak usil, eeeyyaaaa

    BalasHapus

tinggalkan jejak