Jumat, 26 Februari 2016

Surat untuk Lelaki Masa Depan #1

Hei pendamping hidup di masa depan. Apa kabarmu? Semoga baik-baik saja ya. Jangan lupa jaga kesehatan, karena aku ingin kelak kita melewati waktu bersama dalam waktu yang lama.

Apakah kamu harus tampan? Tentu saja tidak. Cukup menggunakan jam di tangan kanan, itu sudah mampu membuatku betah berlama-lama bersamamu. Kamu yang memiliki mata segaris saat tertawa. Kamu juga orang yang mudah merasa bahagia. Hal apa saja bisa kamu tertawakan. Terimakasih untuk selalu menyebarkan energi positif.

Kira-kira bagaimana kita bertemu ya? Mari bayangkan saat ini kita belum saling mengenal. Kamu bukanlah teman main yang sudah kukenal sajak lama.

Mungkin kita bertemu dalam sebuah perjalanan. Saat aku sedang impulsif, tiba-tiba ingin pergi mencari sunyi. Naik kereta bisnis, dengan tempat duduk favorit, pinggir jendela. Kamu pun demikian, di pinggir jendela namun sisi sebrang. Perempuan di sebelahku, menanyakan, apakah kamu bersedia bertukar tempat duduk dengannya. Perempuan itu awalnya memintaku untuk bertukar bangku dengannya, namun aku menolak. Kemudian ia memintamu, dan kamu bersedia. Kita jadi duduk bersebelahan. Entah bagaimana awalnya, ternyata kita teman ngobrol yang asik.

Kita bertukar nomor telepon untuk janji bertemu jika sudah kembali ke Jakarta. Saat itu, tujuan kita memang berbeda, aku turun lebih dulu. Kamu sedang dalam perjalanan untuk mengunjungi ibu.

Ya, kita kemudian cukup sering bertemu. Nonton film bersama atau sekedar duduk-duduk dan kita melakukan hobi masing-masing. Kamu dengan orat-oret sketsa, sedang aku cekikikan mengobrol di grup whatsapp atau membaca novel picisan.

Kita menjalani hubungan tanpa ekspektasi juga bumbu romansa. Hanya saling nyaman dengan kehadiran satu sama lain, itu sudah. Sampai satu ketika, tanpa emosi yang meluap-luap ataupun perasaan buncah, kita memutuskan untuk bersama.

Kamu bukan lelaki romantis. Tapi kamu tahu memperlakukanku dengan tepat. Seperti pada sebuah dini hari, aku belum berniat tidur, sedang kamu terbangun tengah malam. Kamu menelpon ku dan bertanya sedang apa. Kujawab sedang menyelesaikan pekerjaan menulis. kamu menyemangati dan mengatakan akan melanjutkan tidur. Aku suka caramu yang pengertian tidak menggerutu dengan cara hidupku yang nocturnal. Pengertian yang sederhana seperti ini justru mampu membuat hatiku penuh.

Sebuah akhir pekan, biasanya menjadi surga bagimu untuk bermalas-malasan. Aku seringnya mendukung aksi malas-malasan ini. Namun kamu tak pernah keberatan jika aku menyabotasenya, menjadikan akhir pekan sebagai waktunya piknik bersama.

Kamu, si pekerja kantoran dengan pola hidup teratur. Selalu merencanakan setiap tahapan kehidupan. Agak kaku. Aku dengan segala hal yang serba tak stabil, memberi sedikit pendar di hidupmu. Aku ibarat sebuah lingkaran yang berusaha menumpulkan setiap siku-siku tajam dalam hidupmu. Sebaliknya, kamu membenarkan arahku. Membangun sebuah jalan agar lebih terarah, membuatku menjalani hari tidak lagi semena-mena sesuka hati. Kita saling melengkapi.


Lalu, pertanyaan terpenting, kapan kita bertemu? Segera.

2 komentar:

  1. Suka paragraf ini:

    Kamu, si pekerja kantoran dengan pola hidup teratur. Selalu merencanakan setiap tahapan kehidupan. Agak kaku. Aku dengan segala hal yang serba tak stabil, memberi sedikit pendar di hidupmu. Aku ibarat sebuah lingkaran yang berusaha menumpulkan setiap siku-siku tajam dalam hidupmu. Sebaliknya, kamu membenarkan arahku. Membangun sebuah jalan agar lebih terarah, membuatku menjalani hari tidak lagi semena-mena sesuka hati. Kita saling melengkapi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. asik, disukai (tulisannya) sama Kandi itu sesuatu banget..

      Hapus

tinggalkan jejak