Jumat, 05 Desember 2008

semoga saya tetap terjaga..

kemarin, pagi-pagi buta sahabat saya menelpon dengan suara serak, sepertinya habis emnagis atau malah masih menagis. Mendengar suara cemprengnya yang tiba-tiba terasa sendu tentu membuat saya langsung terjaga seketika. Ya, dia merengek agar saya mengantarkannya ke Layur.

Jujur, saya sama sekali tidak tahu apa itu Layur. Entah nama tempat atau malah nama sebuah wilayah. Berhubung kesadaran belum sepenuhnya pulih, saya sampai berkali-kali harus mendengarkan permintaannya kali ini.

Termnyata Layur nama sebuah wilayah di kawasan Rawamangun, dan entahlah ada urusan apa dia tiba-tiba minta diantar ke sana. Akhirnya saya menyanggupi permohonanya yg ganjil itu siang harinya, karena sebelumnya tentu saya harus mengkhatamkan tanggung jawab saya di kantor.

Jam tiga sore ternyata saya baru bisa bertolak menuju Pondok Kopi, tempat yang kami sepakati untuk bertemu.

Setelah berbasa-basi, barulah saya tahu apa sebenarnya urusan tem saya ini.

Masya Allah, dia minta saya menemaninya ke makam ibundanya.

Ada sesak yang memenuhi rongga paru saya, di depan saya telah berdiri seorang anak yg sedang merindukan ibu yang telah berpulang beberapa tahun lalu, bahkan saat saya belum mengenalnya.

Tiba-tiba saya teringat bunda, saya merindukannya dan ingin segera memeluknya.

Sampai di makam, kesesakan itu semakin meraja. Di tanah lapang itu berjejer ribuan rumah masa depan yang sungguh sebelum ini, saya amat enggan untuk mendatanginya. Entahlah, sudah berapa lama saya tidak mengunjungi tempat istimewa bernama makam. Tempat ini mengingatkan saya pada banyak hal. bahkan kenangan saya terhadap kakek pun menyeruak begitu saja tanpa permisi.

saya mengelus nisan berwarna putih tulang itu..
ibu temanku wafat dalam usia 45 tahun, usia yang relatif muda. dan argh.. ibuku tahun ini saja baru menginjak usia 43 tahun. sungguh, ada rasa haru melingkupiku. temanku yg biasanya selalu ceria, tiba-tiba saja begitu mudah menularkan kesenduan tanpa batas itu. menyakitkan melihatnya bersimpuh di pusara yang selama ini sepertinya mencoba dia lupakan. buka...bukan dia hendak melupakan ibunya. Saya percaya kasihnya pada sang ibu pun tanpa batas, hanya saja saya tahu dia tidak pernah ingin terlihat sedang bersedih..

Sampai ketika sahabatku memegang tanganku, seperti sedang bercakap dengan almarhumah, dia mengatakan jika datang denganku, orang yang paling dia percaya..

rasanya saya ingin berteriak, jangan...
jangan bebankan tanggung jawab itu, untuk saat ini aku menyayangimu..
untuk saat ini aku mau menempuh perjalanan puluhan kilo untuk menemnimu ke pusara ini
tapi entah esok, aku tak mau berjanji
karena aku takut mengingkari..

aku bukanlah milikku..
ada banyak perubahan yang terjadi dalam sel-sel otakku, bahkan di luar sadarku
mungkin esok aku akan mencengkrammu
memanfaatkanmu
menyakitimu
aku tak tahu

karena aku hanyalah manusia
yang selalu berubah
mengikuti hawa nafsu

inilah alasan mengapa saya tidak pernah atau tepatnya takut berjanji
untuk saat ini, mungkin beberapa teman dapat mempercayakan apapun pada saya
namun esok hari atau beberapa tahun mendatang?
ada ketakutan yang menjalar, mungkin nanti bahkan saya pun sudah tidak dapat mengenali diri saya sendiri..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejak