Senin, 22 Juni 2009

bahagianya saya..

minggu lalu, saya mendapat kabar gembira. hari apa tepatnya saya lupa, jadi jangan ditanya. apa gerangan kabar gembiranya? saya diterima sebagai murid Andreas Harsono dalam kursus singkat Jurnalisme Sastrawi, saya bilang singkat karena hanya 2,5 bulan. periode-nya sejak 4 juli-12 september. hebatnya lagi, kursus ini saya ikuti secara gratis telak karena di biayai oleh Eka Tjibta Foundation, jadi saya bisa di bilangs ebagai penerima beasiswa.
sejak awal, sengaja saya tidak menggembar-gemborkan kata beasiswa. takut menciptakan ekspektasi terlalu tinggi. maaf, bukan maksud mengecilkan arti pembiayaan yang di berikan, hanya saja, saya berpandangan yang namanya beasiswa itu seharusnya berarti lebih tinggi, bisa dilihat dari waktu maupun jenjang sosialnya. lah, yang ini kan cuma semacam kursus, satu kali seminggu pula.
yah, meski bagi saya, Jurnalisme sastrawi ini sangat, amat sangat malah, begitu keren. senengnya tak tertangguhkan. bagaimana proses mendapatkannya pun sejujurnya saya tak terlalu berjuang. saya hanya mengisi form aplikasi dan mengirimkan contoh tulisan. sungguh bukan usaha keras. meski usaha tak perlu mengeluarkan peluh, selama proses seleksi, saya sama sekali tak mau berpikir tentang kegagalan. ceritanya nih, saya bener-bener gak mau memikirkan kemungkinan saya gagal. lucu memang, usaha hanya segitu tok, tapi maunya hasil maksimal. yah, untung Gusti Allah masih amat sangat berbaik hati.

tiba-tiba jadi teringat ucapan Jeng Dwita. katanya saya selalu mendapatkan apapun yang saya mau. amin, semoga benar demikian keadaannya.

jum'at lalu, menjelang magrib saya dan Dwita bertolak ke Blom M. tujuan kami berbeda, saya ke pasar Benhil dan kawan saya yang satu ini ke Senayan City. tujuannya kami pun sangat berbeda, saya mengambil jahitan kebaya, sedang Dwita menemui seseorang (tak usah lah saya sebutkan maksud dan urusannya, saru kata orang jawa).
"Bu, lo yakin tukang jaitnya masih buka? udah jam segini?"
"Tau deh, gue juga ketar-ketir sih, yah paling nggak liat dulu deh," kata saya pasrah
"mm..mungkin sebenenya gue cuma pengen jalan aja kali ya, secara tukang jaitnya kan di dalem pasar, jam sgini normalnya udah tutup ya? yah, kali ini saya butuh sedikit keajaiban kawan," lanjut saya sambil memandangnya.
"gue yakin, kali ini lo akan mendapatkannya," ujar nya
"amin," doa saya sepenuh hati
kami berpisah di terminal Blok M, dan..
treng...

benar sodara-sodara, tukang jaitnya amsih buka.
yippie, yak pertama saya lakukan mengirimkan pesan singkat ke Jeng Dwita.
"Mimit, bener dugaan lo, tukang jaitnya masih buka,"
"i know that, lo sekali lagi mendapatkan apa yang lo mau"

hal simpel sih, tapi setiap orang berucap yang baik-baik, saya selalu mengamini sepenuh hati.

sama halnya dengan proses seleksi jurnalisme sastrawi. berpikir akan gagal saja saya ogah.

semoga, setiap keyakinan akan keberhasilan ini selalu berhasil. mutlak, tanpa kecuali..

1 komentar:

tinggalkan jejak