Senin, 07 Februari 2011

Teman Baikku Ahmadiyah


Saya bukan orang Ahmadiyah, namun saya berkawan baik dengan beberapa orang jemaatnya.

Perkenalan saya dengan Ahmadiyah sudah berlangsung sejak di jaman kuliah. Melalui berita di televisi, juga perbincangan dengan kawan.
Katanya Ahmadiyah itu sesat.
Katanya Ahmadiyah itu mempercayai ada nabi lain setelah Nabi Muhammad SAW.
Katanya Al-Quran mereka berbeda.
Katanya bacaan shalat mereja juga berbeda.
Saya ingat persis, media ramai memberitakan Ahmadiyah bersamaan dengan isu agama sesat di Jawa Timur, yang menerjemahkan bacaan shalat dalam Bahasa Indonesia. Mungkin sebelumnya sudah pernah diberitakan, namun saya tidak tahu.

Saat itu, teman saya yang kader partai Islam terang-terangan menunjukkan keberatan sikapnya pada kehadiran Ahmadiyah. Saya yang bukan orang religius tak ambil pusing.
“Urusan agama itu sangat personal, antara manusia dan Sang Pencipta, manusia lain tak berhak mencampuri,” ujar saya.
“Ya nggak dong, kalo kita tau ada yang salah, sudah kewajiban kita untuk meluruskan yang salah itu,” teman saya itu sengit tak terima.

Awal juli 2009 saya berkenalan dengan jemaat Ahmadiyah di kelas menulis narasi. Firdaus Mubarik namanya, namun saya biasa memanggilnya daus. Kesan pertama, dia menyebalkan. Banyak bicara, mendominasi kelas. Positifnya, atmosfer kelas jadi hidup. Rasa kantuk jauh-jauh. Namun sayangnya, yang dia bahas itu tidak ada dalam silabus. Ah..dasar krisis eksistensi. Begitu batin saya. Selebihnya tidak ada yang istimewa. Berangsur-angsur kesan sok tau-nya luntur dalam kepala saya.

Sampai pada pergantian tahun 2009 menuju 2010 ternyata kami menghabiskan waktu di tempat yang sama. 1809. Tengah malam Daus mengajak saya pergi ke Pulau Tidung di kepulauan seribu. Meski tanpa persiapan, sifat impulsif saya tak kuasa menolak ajakan itu. Akhirnya, saya turut serta bersama daus dan teman-teman yang baru saya kenal di perjalanan.

Setelah itu saya semakin mengenal Daus. Banyak pertanyaan yang saya ajukan tentang Ahmadiyah yang kata orang sesat itu. Lewat Daus pula saya mengenal jemaat-jemaat Ahmadiyah lainnya.

Jujur, ibu saya kerap khawatir jika saya terlalu banyak bergaul dengan Ahmadiyah. Namun bagi saya, berteman tak seharusnya memandang latar belakang. Cukup lihat bagaimana karakternya. Dia menyenangkan, saya akan temani. Tak perlu alasan lain.

Oktober 2010 saya berkunjung ke Cisalada, Bogor. Ada penyerangan yang merusak banyak rumah serta pembakaran masjid. Cisalada merupakan pemukiman Ahmadiyah. Desa kecil yang terpencil. Mereka ramah bukan main, meski sorot kesedihan masih membayang. Siapa yang tidak sedih jika rumah dirusak. Ahmadiyah atau bukan tentu itu sedih. Toh Ahmadiyah juga tetap manusia. Saya menginap semalam. Fakta mengagumkan tentang Ahmadiyah yang masih terekam dalam lipatan otak saya misalnya nyaris setiap jemaat Ahmadiyah telah terdaftar sebagai donor mata. SOP yang diterapkan pun lucu dan bersahaja. Dari daus saya tahu, setiap jemaat tidak dibenarkan menggunakan senjata tajam. Jika terjadi penyerangan, mereka boleh menggunakan jus cabe ataupun ketapel. Tidak pisau dapur apalagi samurai.

Saya juga melihat Al-Quran yang katanya berbeda itu. Tak ada yang berbeda. Jadi teori ‘katanya’ soal Al-Quran tumbang sudah. Saat magrib, saya diajak Ali untuk shalat berjamaah di masjid.

“Emang gak beda Li bacaannya? Katanya beda?”
“Makanya ayo ikut, biar tahu beda atau nggak” jawab Ali
“Gak ah, lagi males, tapi sebenernya beda gak sih?” tanya saya lagi
“Nggak kok, gak ada bedanya”

Meski tidak membuktikan secara langsung, saya percaya. Satu lagi teori ‘katanya’ tumbang.

Jujur, saya masih terheran-heran. Mengapa Ahmadiyah diusik. Dalam keseharian, tak ada sifat yang menyimpang dari mereka. Sebagai pribadi pun, mereka santun, ringan tangan dalam artian suka menolong. Daus orang yang sering saya repotkan untuk membantu urusan remeh temeh. Mulai dari pindahan sampai minta ditemani kesana dan kesitu.

Saat ini, ada banyak jemaat Ahmadiyah yang menjadi teman saya. Mereka semuanya baik hati, tanpa kecuali.

Barusan saya menyaksikan video penyerangan di Banten terhadap Ahmadiyah yang terjadi kemarin, Minggu, 6 februari 2011. Miris melihat orang yang tak berdaya masih dipukuli. Bukan karena dia Ahmadiyah, namun karena mereka manusia.

Tanpa malu sekelompok orang ini meneriakkan ‘Allahuakbar’ sambil membawa kayu dan memukul orang yang tak berdaya.
Jadi mana slogan Islam sebagai agama pembawa kedamaian?
Mbok ya kalo mau anarkis gak usah bawa-bawa identitas agama segala.
Bikin malu saja!!!

Saya tidak suka melihat kekejian semacam itu. Saya benci melihat manusia kehilangan hati nurani seperti itu. Itu sudah tindak kriminal, bukan lagi konflik sara.

Bahkan, jika yang tersungkur tak berdaya itu bukan datang dari golongan Ahmadiyah, reaksi saya akan sama. Sedih, miris.

Semoga pemerintah mampu mengambil tindakan tegas. Maling ayam saja nasibnya tak semenyedihkan itu. Mengapa saya membandingkan dengan maling ayam? Tentu jika membandingkan dengan maling kas negara tak sepadan. Tak ada maling kas negara (yang berjulukan keren koruptor) itu yang mati dihajar massa. Mereka melenggang penuh senyum dan kental perlindungan.
Berikut saya meng copy paste pernyataan jemaat Ahmadiyah yang saya dapatkan dari milis:

12 butir pernyataan Jemaat Ahmadiyah

Tertanggal 14 Januari 2008, Jemaat Ahmadiyah mengeluarkan 12 butir pernyataan setelah melalui rentetan dialog dengan Departemen Agama. Pernyataan itu terkait dengan rapat Pakem yang akhirnya menetapkan bahwa negara tak melarang Jemaat Ahmadiyah.

1. Kami warga Jemaat Ahmadiyah sejak semula meyakini dan mengucapkan dua kalimah syahadat sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yaitu Asyhaduanlaa-ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasullulah, artinya: aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.

2. Sejak semula kami warga jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa Muhammad Rasulullah adalah Khatamun Nabiyyin (nabi penutup).

3. Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang guru, mursyid, pembawa berita dan peringatan serta pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.

4. Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat bai’at yang harus dibaca oleh setiap calon anggota jemaat Ahmadiyah bahwa yang dimaksud adalah nabi Muhammad SAW, maka kami mencantumkan kata Muhammad di depan kata Rasulullah.

5. Kami warga Ahmadiyah meyakini bahwa

a. tidak ada wahyu syariat setelah Al-Quranul Karim yang diturunkan kepada nabi Muhammad.
b. Al-Quran dan sunnah nabi Muhammad SAW adalah sumber ajaran Islam yang kami pedomani.

6. Buku Tadzkirah bukan lah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan pengalaman rohami Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada 1935, yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).

7. Kami warga jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengkafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata maupun perbuatan.

8. Kami warga jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan menyebut Masjid yang kami bangun dengan nama Masjid Ahmadiyah.

9. Kami menyatakan bahwa setiap masjid yang dibangun dan dikelola oleh jemaat Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat Islam dari golongan manapun.

10. Kami warga jemaat Ahmadiyah sebagai muslim melakukan pencatatan perkimpoian di Kantor Urusan Agama dan mendaftarkan perkara perceraian dan perkara lainnya berkenaan dengan itu ke kantor Pengadilan Agama sesuai dengan perundang-undangan.

11. Kami warga jemaat Ahmadiyah akan terus meningkatkan silaturahim dan bekerja sama dengan seluruh kelompok/golongan umat Islam dan masyarakat dalam perkhidmatan sosial kemasyarakat untuk kemajuan Islam, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

12. Dengan penjelasan ini, kami pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengharapkan agar warga Jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat Islam umumnya serta masyarakat Indonesia dapat memahaminya dengan semangat ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa.

Jakarta, 14 Januari 2008
PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejak