Minggu, 26 Desember 2010

kekalahan pahit


Semalam menyaksikan laga Malaysia VS Indonesia leg pertama. Indonesia kalah dengan rasa menyakitkan, 3-0. Ironisnya, goal pertama lambang kekalahan tercipta kurang dari 10 menit setelah Markus dkk melakukan walkout karena laser yang berasal dari supporter dirasa mengganggu.

Permainan kembali dilanjutkan, namun konsentrasi tak pernah sama lagi.

Saya bukanlah penikmat bola tulen, menyaksikan pertandingan pun hanya terseret euforia semata. Tahu ragam istilah offside, blunder, dan playmaker pun berkat penjelasan teman yang masih mau-maunya saya ganggu dengan pertanyaan gaya penonton amatir di tengah-tengah pertandingan.

Namun yang patut dicermati, bagaimana bola bundar ini mampu mengaduk emosi.

Nyaris setiap rumah dari pusat kota hingga pelosok desa di Indonesia, semalam menyaksikan laga panas tersebut. Di rumah ceria, tempat saya tinggal selama kurang lebih setahun terakhir ini, juga bukan main panasnya.

Si pecinta bola sejati sesumbar, “Aku mau Indonesia kalah, biar orang-orang yang lebay itu tahu rasa!”

Ya, dia merasa antrian yang begitu padat di Gelora Bung Karno merupakan wujud berlebihan dari semangat pendukung. Belum lagi ulasan media yang terlalu pede jaya, membuatnya muak bukan kepalang. Uhm, soal pemberitaan media yang berlebihan, saya juga setuju.

Teringat tayangan di Trans 7 yang saya lupa nama programnya, pada jum’at lalu, tanpa segan menggunakan judul ‘Dikandangmu Kugayang Kau’. Hadoooooh, saya yang menyaksikan sampai malu, terlebih malah kita yang diganyang sampai kenyang begini. Yukcs..

Sebelum pukul 21.00 semalam, media di tanah air melupakan sesaat prinsip tak boleh memihak. Semangat nasionalisme mengalahkan kode etik yang seharusnya di junjung tinggi.

Kembali ke teman saya. Saya percaya sumpah serapahnya tak datang sepenuhnya datang dari hati. Dia hanya kesal melihat reaksi berlebihan media, supporter sampai PSSI yang semena-mena melambungkan harga tiket.

Ada yang unik menanggapi kekalahan laga ini. Dilakukan oleh Jak FM di frekuensi 101.0 FM.

Sebelumnya Ronald, penyiar dalam program ROTI yang mengudara setiap senin-jumat pukul 06.00-10.00 menjanjikan akan mengganti playlist yang seharusnya memutar lagu Indonesia menjadi lagu produk Negeri Jiran jika sampai Indonesia kalah. Janji harus ditepati jendral, bagaimanapun pahitnya.

Alhasil, buat pendengar Jak FM pagi ini, syair mendayu-dayu dengan bahasa yang terdengar lucu akan akrab menyambangi daun telinga. Saya sendiri kebagian lagu Slam, Siti Nurhaliza, Too Phat, Exist, sampai Search. Hmmppf..

Ronald-Tike sebagai penyiar pun terdengar tak ikhlas melaksanakan janji. Dengan gayanya yang kocak, mereka tetap menghina-hina Malaysia. Seperti kita tahu, bahasa Malaysia terkadang terdengar lucu. Seronok, berpusing-pusing, bubar jalan, comel, dan masih banyak yang lainnya.

Lalu, apa yang saya lakukan? Saya mengirimkan pesan singkat pada adik dan dua kakak sepupu. Isi sms saya sama, ‘hua..kumaha ieu,bagaimanalah kita taro muka depan pakcik?’

Kekalahan memang pahit. Terlebih kita harus kalah dengan Malaysia, si negara tukang klaim itu. Tak apa, doakan saja Alfred Riedl mampu membangkitkan semangat tim merah putih. Semoga, angka 29 menjadi angka sakti bagi tim garuda. Semangka!!!

2 komentar:

  1. senang membacanya nduk !! lihat saja final di lague terakhir... jika Indonesia kalah, biarlah !! ta usahlah berpusing-pusing, mengganyang dengan komentar lebay, yang penting buktikan saja...

    BalasHapus
  2. betul-betul!! liga bola seharusnya hanya untuk bersenang-senang dan melatih sportifitas. prihatin dengan Firman CS yang dimanfaatkan oleh orang-orang tak penting dan tak memahami filosofi bermain itu..

    BalasHapus

tinggalkan jejak