Jumat, 07 Januari 2011

Rumah Ceria--->ulang tahun


Banyak sekali perubahan hidup yang terjadi dalam hitungan hari di tahun ini. Awal tahun di buka dengan packing kemudian berjalan dengan berat hati menjauhi rumah ceria. Rumah tempat bernaung dengan durasi satu tahun satu bulan. Bersama dengan Melva Herawati Sirait aka Butet, Elizabeth Tamba aka Ebeth, Dinia Saridewi aka Dydit, dan tentu saja aku Endang prihatin yang suka dipanggil si bontot, julukan yang sama sekali tak berafiliasi pada usia.

Rumah itu kami namakan rumah ceria. Karena siapapun yang masuk ke dalamnya akan langsung ceria. Ceria karena tumis kangkung, sambel dan tempe goreng serta santapan lezat lainnya. Sekedar catatan, masakan lezat itu hasil duet maut Butet dan dydit. Ceria karena lelucon yang terkadang tak lucu persembahan penghuni. Ceria karena diskusi panjang plus ngotot, apalagi jika berkaitan dengan bola (itu untuk Butet) dan buku (untuk aku dan Dydit). Sedang Ebeth, dia seperti air bagi kami bertiga. Saat kami merasa kesal, Ebeth lah tempat mengadu.

Saat mulai ngontrak bersama dulu, kami dipenuhi rasa kecewa terhadap pemilik kost sebelumnya. Kenaikan harga tak masuk akal dan aturan sewenang-wenang membuat kami merasa gerah dan memutuskan untuk menyewa rumah. Rumah sederhana. Kami disibukkan dengan beli kasur, beli lemari, bersih-bersih (yang ini aku angkat tangan) dan entah apalagi. Ada lelucon yang akan selalu aku ingat terkait pembagian tugas. Tugas yang tidak mengikat, dilakukan jika berkenan saja.

Ebeth betanggungjawab pada kebersihan lantai. Dydit menjaga kebersihan kamar mandi. Butet disuruh mengelap kaca (ternyata belum kamu laksanakan hingga kita bubaran Butet!). Sedang tugasku adalah mencuci kaki sendiri, agar tak mengotori apapun yang telah dibersihkan. Ah..aku sayang kalian teman.
*sinih..sinih..tak peluk satu-satu*

Ada banyak cerita terjadi di rumah itu. Berseteru tentu pernah, tak jarang malah. Ngambek apalagi. Tapi semua terselesaikan karena cinta bukan teman?

Kebiasaan manis terjadi saat ada yang berulangtahun.

Butet yang pertama merasakan. Ebeth dan aku menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Dydit absen karena dia menginap diluar. Pake tiup lilin segala. Meski lilin yang ditiup itu lilin yang buat mati lampu. Disinilah sejarah budaya shortcake dimulai.
*jangan nyesel Dyt, salah sendiri tak hadir*

Setengah tahun berlalu, giliran aku yang berulang tahun. Aku ingat, saat itu pulang tengah malam. Program sedang padat-padatnya. Sampai rumah, mandi cibang cibung, lalu lelap tidur. Tak berharap dapat apa-apa, karena besoknya harus bangun pagi. Aku benci, jika harus kerja pagi dan melihat tiga penghuni rumah sedang lelap dalam mimpi. Rasanya ingin kuguyur air saja mereka, biar tahu rasa.

Ternyata perayaan tetap ada. Empat shortcake dan lilin-lilin kecil tersaji di hadapan. Mata berat harus kubuka, karena ada untaian doa penuh cinta di depan mata. Lucu sekali mendengar bagaimana perjuangan mereka membeli kue-kue itu. Katanya di dalam taksi mereka heboh bernyanyi ‘Cinta Satu Malam’. Ya, saat itu lagu ‘Cinta Satu Malam’ sedang tiren, sebelum duet lipsinc Shinta Jojo.

Yang ketiga jatah Ebeth. Aku yang kebagian tugas membeli short cake. Kubeli 5 slice, karena saat itu sedang ada Vincent, ponakan Butet, yang menginap. Lagu selamat ulang tahun dikumandangkan, bersama dengan ucapan perpisahan dari Ebeth. Ya, dia memutuskan untuk meisahkan diri dari kami, setelah sebelumnya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan. Itulah malam ulang tahun paling sendu.

Terakhir jatah Dydit. Kuenya berbeda, merk roti bicara milik stylist ternama, Breadtalk. Hanya satu slice, tapi ukurannya besar. Ebeth yang sudah tidak bersama, sengaja menginap. Lagi-lagi lagu selamat ulang tahun berkumandang.

Sebenarnya, masih ada satu perayaan lagi di ulang tahun Butet. Aku dan Ebeth janjian untuk memberinya kejutan. Ternyata malah kami yang diberi kejutan. Butet menginap di tempat kakaknya. Sedang Dydit sedang pergi. Ya sudahlah, rencana gagal total.

Kami berempat memiliki sifat tak mirip. Ada yang egois dan maunya menang sendiri. Ada yang sok tua hobinya merepet macam nenek-nenek. Ada yang suka kambuh krisis eksistensi. Ada yang sukanya meragu. Ah, pokoknya beragam deh. Semua keberagaman itu akan selalu aku rindukan.

Awal tahun ini, kami berpencar menuju arah mata angin masing-masing. Sekarang 2011. Mari teman, kita lihat lima tahun dari sekarang. Sudah menjadi apakah kita?

2 komentar:

  1. huhuuuu...kita menulis topik yg sama, hampir bersamaan pula'! aku mewek nih...nangis gulung2 bacanya...hiks2! rindu rumah ceria kita =_='

    BalasHapus
  2. jangan nagis gulung-gulung ah..kita ketawa-tawa aja gimana?!

    BalasHapus

tinggalkan jejak